Kehadiran lampu Petromaks pernah menggegerkan publik Jogja. Lupa sih, tepatnya tahun berapa. Yang jelas tidak lama menjelang kehadiran listrik. Petromaks menghasilkan terang yang lebih. Nyala lampu berwarna putih dan diwadahi oleh kantong kaos yang tergantung di bagian atas. Untuk menyalakan, perlu sejumput kapas yang dicelup dalam spiritus dan diletakkan dalam wadah kecil. Selanjutnya disulut api, dibiarkan menyala memenuhi ruangan lampu. Nyala itu akan mengimbas dan menyulut kantong kaos. Untuk bisa nyala sempurna, lampu harus dipompa dulu. Bahan bakar Petromaks adalah minyak tanah. Durasi nyalanya lebih lama, bisa semalaman. Biasanya jika minyak habis, lampu akan mati sendiri.
Tidak semua keluarga mampu membeli Petromaks. Namun, pada tahun 80-an banyak keluarga bisa memiliki jenis lampu ini. Bahkan, ketika listrik sudah ada, para penjual makanan keliling tetap menggunakan lampu Petromaks karena bisa digantungkan di gerobak dorong. Hingga kini, warung-warung tenda yang tidak punya akses listrik masih menggunakan Petromaks.
Sebelum lampu Petromaks populer, ada jenis lampu yang sangat memukau anak-anak kecil. Yaitu lampu Aladin. Tapi tidak lama, karena segera tergeser oleh Petromaks. Paguyuban RT dan RK tahun-tahun pertengahan 1970-an menyediakan lampu Petromaks untuk dipinjamkan pada warga mereka yang punya hajatan pada malam hari. Persewaan meja kursi dan tenda juga menyediakan lampu ini.
Karena rumit cara menyalakannya, tidak semua anggota keluarga bisa menyalakannya. Kepala keluarga atau kaum laki-laki biasanya diandalkan menyalakan lampu Petromaks menjelang Maghrib. Kalau mereka pas tidak ada di rumah, lampu semprong jadi alternatif. Anak kecil, terlebih, dilarang menyalakan lampu itu. Dekat-dekat saja tidak boleh karena lampu Petromaks yang kepanasan atau bocor bisa meledak tiba-tiba. Insiden atau kecelakaan karena meledaknya lampu Petromaks sering terjadi.
Tidak semua keluarga mampu membeli Petromaks. Namun, pada tahun 80-an banyak keluarga bisa memiliki jenis lampu ini. Bahkan, ketika listrik sudah ada, para penjual makanan keliling tetap menggunakan lampu Petromaks karena bisa digantungkan di gerobak dorong. Hingga kini, warung-warung tenda yang tidak punya akses listrik masih menggunakan Petromaks.
Sebelum lampu Petromaks populer, ada jenis lampu yang sangat memukau anak-anak kecil. Yaitu lampu Aladin. Tapi tidak lama, karena segera tergeser oleh Petromaks. Paguyuban RT dan RK tahun-tahun pertengahan 1970-an menyediakan lampu Petromaks untuk dipinjamkan pada warga mereka yang punya hajatan pada malam hari. Persewaan meja kursi dan tenda juga menyediakan lampu ini.
Karena rumit cara menyalakannya, tidak semua anggota keluarga bisa menyalakannya. Kepala keluarga atau kaum laki-laki biasanya diandalkan menyalakan lampu Petromaks menjelang Maghrib. Kalau mereka pas tidak ada di rumah, lampu semprong jadi alternatif. Anak kecil, terlebih, dilarang menyalakan lampu itu. Dekat-dekat saja tidak boleh karena lampu Petromaks yang kepanasan atau bocor bisa meledak tiba-tiba. Insiden atau kecelakaan karena meledaknya lampu Petromaks sering terjadi.
0 komentar:
Post a Comment